Selasa, September 15, 2009

Pembelajaran Pada Anak Usia Dini 3 - Kesimpulan

Banyak penelitian menyatakan bahwa orang-orang yang cerdas dan berhasil pada umumnya berasal dari keluarga yang demokratis, suka melakukan uji coba, suka menyelidiki sesuatu, suka berpergian (menjelajah alam dan tempat), dan aktif, tak pernh diam dan berpangku tangan. Ingat keterampilan tangan adalah jendela menuju pengetahuan. Dalam proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan uji coba (trial and error), mangadakan penyelidikan bersama-sama, menyaksikan dan menyentuh sesuatu objek, mengalami dan melakukan sesuatu , anak-anak akan jauh lebih mudah mengerti dan mencapai hasil belajar dengan mampu memanfaatkan atau menerapkan apa yang telah dipelajari.

Dalam mengimplementasikan konsep Montessori terhadap program pendidikan bagi anak usia dini perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Kukrikulum pada pendidikan anak usia dini didesain berdasarkan tingkat perkembangan anak.

2. Materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka pendidikan anak usia dini harus benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula mempertimbangkan tugas perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan juga mengemban tugas perkembangan tertentu.

3. Kompetensi akademis merupakan alat untuk mencapai tujuan,dan manipulasi dilihat sebagai materi yang berguna untuk poengembangan diri anak, Montessori menganjurkan perlu adanya area yang berbeda mewakili lingkungan yang disediakan, yaitu:

a. Practical life memberikan pengembangan dari tugas organisasional dan urutan kognisi melalui perawatan diri sendiri, perawatan lingkungan, melatih rasa syukur dan saling menghormati, dan koordinasi dari pergerakan fisik,

b. The sensorial area membuat anak mampu untuk mengurut, mengklasifikasi dan menerangkan impresi sensori dalam hubungannya dengan panjang, lebar, temperatur, masa, warna, titik, dan lain-lain.

c. Mathematics memanfaatkan pemanipulasian materi agar anak mampu untuk menginternalisasi konsep angka, symbol, urutan operasi, dan memorisasi dari fakta dasar

d. Language art yang di dalamnya termasuk pengembangan bahasa lisan, tulisan, membaca, kajian tentang grammar, dramatisasi, dan kesusesteraan anak-anak. Keahlian dasar dalam menulis dan membaca dikembangkan melalui penggunaan huruf dari kertas, kata-kata dari kertas pasir, dan berbagai prestasi yang memungkinkan anak-anak untuk menghubungkan antara bunyi dan simbul huruf, dan mengekpresikan pemikiran mereka melalui menulis.

e. Cultural activies membawa anak-anak untuk mengetahui dasar-dasar geografis, sejarah dan ilmu sosail. Musik, dan seni lainnya merupakan bagian dari kurikulum terintegrasi.

4. Lingkungan pendidikan anak usia dini menggabungkan fungsi psiko-sosial, fisik dan akademis dari seorang anak. Tugas pentingnya adalah untuk menyediakan dasar yang awal dan umum, dimana di dalamnya termasuk tingkah laku yang positif terhadap sekolah, inner security, kebiasaan untuk berinisiatif, kemampuan untuk mengambil keputusan, disiplin diri dan rasa tanggung jawab anggota kelas lainnya, sekolah dan komunitas. Dasar ini akan membuat anak-anak mampu untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang lebih spesifik dalam kehidupan sekolah mereka.

Pustaka yang dapat menjadi acuan :

Atkitson, R.L., dkk. Introduction to Psychology., New York: Harcourt Brace Javanovich, Ich., 1983.

Henry N, Siahan., Peranan Ibu Bapak Mendidik Anak, Bandung: Angkasa , 1986

Steven Carr Reuben, Ph.D., Children of Character, a parent guide, Santa Monica: Canter and Associates, Inc, 1997.

Theo Riyanto FIC., dkk., Pendidikan Pada Usia Dini., Grasindo, Jakarta, 2004




http://www.jugaguru.com

Lanjutnya..

Pembelajaran Pada Anak Usia Dini 2 - Taman kanak-Kanak

Anak taman kanak-kanak termasuk dalam kelompok umum prasekolah. Pada umur 2-4 tahun anak ingin bermain, melakukan latihan berkelompok, melakukan penjelajahan, bertanya, menirukan, dan menciptakan sesuatu. Pada masa ini anak mengalami kemajuan pesat dalam keterampilan menolong dirinya sendiri dan dalam keterampilan bermain. Seluruh sistem geraknya sudah lentur, sering mengulangi perbuatan yang diminatinya dan melakukan secara wajar tanpa rasa malu. Di taman kanak-kanak, anak juga mengalami kemajuan pesat dalam penguasaan bahasa, terutama dalam kosa kata. Hal yang menarik, anak-anak juga ingin mandiri dan tak banyak lagi mau tergantung pada orang lain.

Sehubungan dengan ciri-ciri di atas maka tugas perkembangan yang diemban anak-anak adalah:

1. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain.
2. Membangun sikap yang sehat terhadap diri sendiri
3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya
4. Mengembangkan peran sosial sebagai lelaki atau perempuan
5. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan dalam hidup sehari-hari
6. Mengembangkan hati nurani, penghayatan moral dan sopan santun
7. Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, matematika dan berhitung
8. Mengembangkan diri untuk mencapai kemerdekaan diri.

Dengan adanya tugas perkembangan yang diemban anak-anak, diperlukan adanya pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi anak-anak yang selalu “dibungkus” dengan permainan, suasana riang, enteng, bernyanyi dan menari. Bukan pendekatan pembelajaran yang penuh dengan tugas-tugas berat, apalagi dengan tingkat pengetahuan, keterampilan dan pembiasaan yang tidak sederhana lagi seperti paksaan untuk membaca,menulis, berhitung dengan segala pekerjaan rumahnya yang melebihi kemampuan anak-anak.

Pada usia lima tahun pada umumnya anak-anak baik secara fisik maupun kejiwaan sudah siap untuk belajar hal-hal yang semakin tidak sederhana dan berada pada waktu yang cukup lama di sekolah. Setelah apada usia 2-3 tahun mengalami perkembangan yang cepat. Pada usia enam tahun, pada umumnya anak-anak telah mengalami perkembangan dan kecakapan bermacam-macam keterampilan fisik. Mereka sudah dapat melakukan gerakan-gerakan seperti meloncat, melompat, menangkap, melempar, dan menghindar. Pada umumnya mereka juga sudah dapat naik sepeda mini atau sepeda roda tiga. Kadang-kadang untuk anak-anak tertentu keterampilan-keterampilan ini telah dikuasainya pada usia 4-5 tahun.

Montessori memberikan gambaran peran guru dan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan kecerdasan, sebagai berikut:

a. 80 % aktifitas bebas dan 20 % aktifitas yanag diarahkan guru

b. melakukan berbagai tugas yang mendorong anak untuk memikirkan tentang hubungan dengan orang lain

c. menawarkan kesempatran untuk menjalin hubungan social melalui interaksi yang bebas

d. dalil-dalil ditemukan sendiri, tidak disajikan oleh guru

e. atauran pengucapan didapat melalui pengenalan pola, bukan dengan hafalan

setiap aspek kurikulum melibatkan pemikiran

Montessori, mengatakan bahwa pada usia 3-5 tahun, anak-anak dapat diajari menulis, membaca, dikte dengan belajar mengetik. Sambil belajar mengetik anak-anak belajar mengeja, menulis dan membaca. Ada suatu penelitian di Amerika yang menyimpulkan bahwa kenyataannya anak-anak dapat belajar membaca sebelum usia 6 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada sekitar 2 % anak yang sudah belajar dan mampu membaca pada usia 3 tahun, 6 % pada usia empat tahun, dan sekitar 20 % pada usia 5 tahun. Bahkan terbukti bahwa pengalaman belajar di taman kanak-kanak dengan kemampuan membaca memadai akan sangat menunjang kemampuan belajar pada tahun-tahun berikutnya.

Pendapat Montessori ini didukung oleh Moore, seorang sosiolog dan pendidik, meyakini bahwa kehidupan tahun-tahun awal merupakan tahun-tahun yang paling kreaktif dan produktif bagi anak-anak. Oleh karena itu, sejauh memungkinkan, sesuai dengan kemampuan, tingkat perkembangan dan kepekaan belajar mereka, kita dapat juga mengajarkan menulis, membaca dan berhitung pada usia dini. Yang penting adalah strategi pengalaman belajar dan ketepatan mengemas pembelajaran yang menarik, mempesona, penuh dengan permainan dan keceriaan, enteng tanpa membebani dan merampas dunia kanak-kanak mereka.

Salah satu hal yang dibutuhkan untuk dapat meningkatkan perkembangan kecerdasan anak adalah suasana keluarga dan kelas yang akrab, hangat serta bersifat demokratis, sekaligus menawarkan kesempatan untuk menjalin hubungan sosial melalui interaksi yang bebas. Hal ini ditandai antara lain dengan adanya relasi dan komunikasi yang hangat dan akrab. .

Pada masa usia 2 – 6 tahun, anak sangat senang kalau diberikan kesempatan untuk menentukan keinginannya sendiri, karena mereka sedang membutuhkan kemerdekaan dan perhatian. Pada masa ini juga mencul rasa ingin tahu yang besar dan menuntut pemenuhannya. Mereka terdorong untuk belajar hal-hal yang baru dan sangat suka bertanya dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu. Guru dan orang tua hendaknya memberikan jawaban yang wajar. Sampai pada usia ini, anak-anak masih suka meniru segala sesuatu yang dilakukan orang tuanya.

http://www.jugaguru.com

Lanjutnya..

Pembelajaran Pada Anak usia Dini 1

Banyak pendapat dan gagasan tentang perkembangan anak usia dini, Montessori yakin bahwa pendidikan dimulai sejak bayi lahir. Bayipun harus dikenalkan pada orang-orang di sekitarnya, suara-suara, benda-benda, diajak bercanda dan bercakap-cakap agar mereka berkembang menjadi anak yang normal dan sehat. Metode pembelajaran yang sesuai dengan tahun-tahun kelahiran sampai usia enam tahun biasanya menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Tentu juga dipengaruhi seberapa baik dan sehat orang tua berperilaku dan bersikap terhadap anak-anak usia dini. Karena perkembangan mental usia-usia awal berlangsung cepat, inilah periode yang tidak boleh disepelekan. Pada tahun-tahun awal ini anak-anak memiliki periode-periode sensitive atau kepekaan untuk mempelajari atau berlatih sesuatu. Sebagian besar anak-anak berkembang pada asa yang berbeda dan membutuhkan lingkungan yang dapat membuka jalan pikiran mereka.

Menurut Montessori, paling tidak ada beberapa tahap perkembangan sebagai berikut:

1. Sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang sudah mulai dapat “menyerap” pengalaman-pengalaman melalui sensorinya.
2. Usia setengah tahun sampai kira-kira tiga tahun, mulai memiliki kepekaan bahasa dan sangat tepat untuk mengembangkan bahasanya (berbicara, bercakap-cakap).
3. Masa usia 2 – 4 tahun, gerakan-gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan baik, untuk berjalan maupun untuk banyak bergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat pada benda-benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi, siang, sore, malam).
4. Rentang usia tiga sampai enam tahun, terjadilah kepekaan untuk peneguhan sensoris, semakin memiliki kepekaan indrawi, khususnya pada usia sekitar 4 tahun memiliki kepekaan menulis dan pada usia 4 – 6 tahun memiliki kepekaan yang bagus untuk membaca.

Pendapat Mantessori ini mendapat dukungan dari tokoh pendidkan Taman Siswa, Ki hadjar Dewantara, sangat meyakini bahwa suasana pendidikan yang baik dan tepat adalah dalam suasana kekeluargaan dan dengan prinsip asih (mengasihi), asah (memahirkan), asuh (membimbing). Anak bertumbuh kembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan yang penuh pengertian dan dalam situasi yang damai dan harmoni. Ki Hadjar Dewantara menganjurkan agar dalam pendidikan, anak memperoleh pendidikan untuk mencerdaskan (mengembangkan) pikiran, pendidikan untuk mencerdaskan hati (kepekaan hati nurani), dan pendidikan yang meningkatkan keterampilan.

http://www.jugaguru.com

Lanjutnya..

Tentang Pendidikan Masyarakat

Sebagaimana diungkapkan bahwa ‘as is the state, so is the shool’ (sebagaimana negara, seperti itulah sekolah), atau ‘what you want in the state, you put into school’ (apa yang anda inginkan dalam negara, harus anda masukkan dalam sekolah).

Keprihatikan bangsa ini yang dilanda krisis multidimensi dalam berbagai aspek kehidupan menuntut peran pendidikan Islam sebagai benteng sekaligus mencetak generasi penerus untuk memperbaiki kondisi yang ada. Menjadi sangat wajar jika beban dari krisis ini seluruhnya dibebankan kepada pendidikan. Baiknya suatu bangsa bisa dilihat dari baiknya pendidikannya, majunya suatu bangsa juga dipengaruhi dari pendidikannya.

Hal ini menunjukan, bahwa keberhasilan dari proses pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh pihak sekolah saja, tetapi peran keluarga dan masyarakat juga berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan. Berangkat dari hal inilah maka perlu diperhatikan lingkungan di luar sekolah, baik secara formal maupun non formal, bahkan informasi sekaligus. Harus ada upaya menciptakan lingkungan yang kondusif, yang mampu mengembangkan potensi masyarakat guna mewujudkan tujuan pendidikan yang disepakati bersama.

Pengembangan pendidikan di Indonesia, hendaknya dilihat sebagai suatu proses kelangsungan peradaban bangsa, maka faktor-faktor psiko sosial budaya perlu diikutsertakan dalam merancang pendidikan, dan perlu diciptakan situasi yang kondusif dalam pembelajaran. Tranformasi sosial psikologis dan budaya adalah suatu keniscayaan yang dihadapai bangsa ini, tetapi hal itu bisa dikendalaikan, khususnya dalam sektor pendidikan. Transformasi ini memunculkan tatanan baru dalam masyarakat, untuk itu perlu pendekatan sejenis sosial and culture engenering yang mampu mengendalaikan perubahan dan pergeseran ke arah yang diinginkan.

Dalam upaya menciptakan situasi kondusif bagi keberhasilan belajar hanya dapat terjadi bila seluruh masyarakat kita menuju masyarakat learning society. Artinya, proses mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 hendaknya diselenggarakan melalui tiga jalur institusi pendidikan, yaitu;

(1) lingkungan atau jalur sekolah dan jalur luar sekolah,

(2) dilaksanakan oleh berbagi pihak termasuk kerjasama masyarakat dengan pemerintah. (3) ialah kegiatan yang tak terputus, atau pendidikan seumur hidup (long life education).

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mewujudkan masyarakat belajar adalah dengan memberdayakan keluarga agar menjadi keluarga yang gemar belajar. Dalam memberdayakan pendidikan keluarga, relevan untuk ditampilakan beberapa fungsi keluarga, yaitu:

(a) fungsi keagamaan,

(b) fungsi cinta kasih,

(c) fungsi reproduksi,

(d) fungsi ekonomi,

(e) fungsi pembudayaan,

(f) fungsi perlindungan,

(g) fungsi pendidikan dan sosial, dan

(h) fungsi pelestarian lingkungan.

Di samping memberdayakan pendidikan keluarga, upaya mewujudkan learning society adalah dengan menciptakan partisipasi masyarakat, mewujudkan pendidikan yang berasal dari masyarakat, oleh masyarakat, untuk masyarakat. Dengan pendekatan demikian diharapkan akan mempertebal rasa self of belonging yang akhirnya tumbuhnya rasa tanggung jawab atas kondisi yang ada. Sehingga dengan learning society diharapkan akan terwujud masyarakat madani (civil society), hal ini sekaligus sebagai alternatif dalam mengatasi masalah yang melanda negara ini.

diambil dari http://citizennews.suaramerdeka.com

Lanjutnya..

Senin, September 14, 2009

Ciri dari Pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup

Ada beberapa ciri dari pembelajaran pendidikan kecakapan hidup menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yaitu sebagai berikut:

  1. Terjadi proses identifikasi kebutuhan belajar.
  2. Terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama.
  3. Terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk mengembangkan diri, belajar usaha mandiri dan usaha bersama.
  4. Terjadi proses penguasaan kecakapan personal, sosial, vokasional, akademik, manajerial serta kewirausahaan.
  5. Terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan pekerjaan dengan benar, hingga menghasilkan produk bermutu.
  6. Terjadi proses interaksi saling belajar dari para ahli.
  7. Terjadi proses penilaian kompetensi.
  8. Terjadi pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk usaha bersama.

Apabila dihubungkan dengan pekerjaan tertentu, life skills dalam lingkup pendidikan nonformal ditujukan pada penguasaan vokasional skills yang intinya terletak pada penguasaan keterampilan secara khusus (spesifik). Apabila dipahami dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa life skills dalam konteks kepemilikan keterampilan secara khusus sesungguhnya diperlukan oleh setiap orang. Ini berarti bahwa program life skills dalam pemaknaan program pendidikan nonformal diharapkan dapat menolong mereka untuk memiliki harga diri mencari nafkah dalam konteks peluang yang ada di lingkungannya.


http://pkbmpls.wordpress.com/2008/02/06/ciri-pembelajaran-pendidikan-kecakapan-hidup-life-skills

Lanjutnya..

Melestarikan Ekosistem Danau Toba


Selain terkesan eksotis, bukit batu yang mengelilingi Danau Toba sebenarnya membuat miris. Memang aura mistis Danau Toba juga datang dari bukit-bukit berbatu tersebut. Terlebih satu di antara bukit-bukit tersebut, Pusuk Buhit, dipercaya sebagai tempat orang Batak, suku terbesar yang mendiami kawasan ekologis Danau Toba, pertama kali turun ke bumi.

Rasa miris tersebut timbul karena melihat tingkat vegetasi pepohonan di bukit-bukit tersebut sangat kurang. Hanya terlihat beberapa pucuk pinus, yang jika musim kemarau sebagian di antaranya meranggas, warnanya berubah menjadi coklat kemerahan. Selain pinus, bukit-bukit tersebut hanya tertutup ilalang. Padahal, itulah daerah tangkapan air utama Danau Toba, terutama di sisi selatan hingga barat daya danau.

Bukit-bukit yang mengelilingi Danau Toba tersebut, terutama di wilayah Kabupaten Samosir, dianggap ahli geologi terbentuk akibat proses vulkanis letusan Gunung Toba ribuan tahun silam. Menurut Ketua Dewan Pakar Ikatan Ahli Geologi Indonesia Sumatera Utara Jonathan Tarigan, bukit-bukit batu itu tertutup lapisan silika sebagai akibat letusan Gunung Toba.

”Seperti kaca, lapisan silika dengan mineral diatomit yang melapisinya membuat bukit-bukit tersebut memang sulit ditanami pepohonan keras. Akan tetapi, masih tetap banyak lapisan tanah di bukit tersebut. Kami pernah mengadakan riset geologis untuk kepentingan konservasi lingkungan di kawasan tersebut dan sangat mungkin bukit-bukit itu bisa ditutup dengan pepohonan keras, selain pinus,” ujar Jonathan.

Jonathan prihatin karena upaya konservasi untuk menyelamatkan kawasan tangkapan air Danau Toba tak jua dilakukan. Kawasan Danau Toba yang secara administratif ”dikuasai” tujuh kabupaten membuat upaya penghijauan selalu kandas ketika dibicarakan di antara ketujuh penguasa kabupaten tersebut.

Sekarang keprihatinan itu tampaknya coba ditanggapi Pemerintah Kabupaten Samosir. Sabtu (5/9), secara resmi Pemkab Samosir mencanangkan strategi pembangunan wilayah secara kolaboratif dengan menggabungkan pendekatan budaya dan konservasi lingkungan hidup. ”Kami sadar, membangun Samosir harus memerhatikan konservasi sumber daya alam. Hutan, tanah, dan air harus kami lindungi karena kami berada di daerah hulu dari sekian banyak daerah aliran sungai yang bermata air di Danau Toba,” ujar Bupati Samosir Mangindar Simbolon seusai pencanangan kegiatan di situs Batu Hobon.

Menginjak bumi

Sejak hari Jumat hingga Sabtu menjelang petang, di situs Batu Hobon ribuan warga Samosir berkumpul. Batu Hobon terletak di lingkar Pusuk Buhit. Di Batu Hobon inilah konon orang Batak pertama kali menginjakkan kaki ke bumi. Raja Bius (gabungan/konfederasi antarkampung) dari 12 kecamatan yang ada di Samosir juga hadir di Batu Hobon hari itu. Dalam budaya Batak, Raja Bius adalah sosok pemimpin yang mengatur penggunaan tanah (golat) dalam satu bius. Dia juga menjadi protokol dalam sebuah upacara adat.

Kehadiran Raja Bius dan ribuan warga Samosir di Batu Hobon tak hanya mengikuti acara pencanangan strategi pembangunan wilayah secara kolaboratif, menggabungkan pendekatan budaya dan konservasi lingkungan hidup. Mereka juga hadir karena dalam acara tersebut Pemkab Samosir bersama Lembaga Konservasi Situs dan Budaya Kabupaten Samosir menggelar Mangase Taon atau pesta mengawali tahun baru dalam kalender Batak Toba.

Mangase Taon menjadi upacara yang sangat simbolis bagi komitmen Pemkab Samosir mengedepankan pendekatan budaya dan lingkungan hidup dalam membangun wilayah di tengah Danau Toba tersebut. Di hadapan ribuan warga dan semua Raja Bius di Samosir, Mangindar atas nama Pemkab Samosir berjanji akan menggunakan kearifan lokal dalam membangun wilayahnya. ”Ini sebagai wujud agar masyarakat lebih bisa mengambil peran,” katanya.

Batu Hobon dipilih karena kesakralan dan nilainya dalam budaya Batak. Komitmen atau janji yang terucap di Batu Hobon, apalagi disertai ritual Mangalahat Horbo Bius atau memberi persembahan kerbau untuk Mulajadi Nabolon (Sang Kuasa), harus ditepati. ”Salah-salah, orang yang main-main dengan ritual ini bisa kehilangan nyawanya,” ujar Alimantua Limbong, penabuh gondang dalam ritual tersebut.

Alimantua menuturkan, budaya dan tradisi lokal Batak sangat dekat dengan alam. Dia pun menghargai jika memang pemerintah daerahnya berniat menjadikan budaya sebagai pegangan membangun wilayah. ”Dari acara yang digelar di Batu Hobon saja sudah menggambarkan penghormatan terhadap situs budaya,” katanya.

Bentuk nyata strategi kolaboratif pengelolaan lingkungan di Samosir adalah upaya merevitalisasi budaya Batak dan kearifan lokal. Mangindar mengakui, kearifan lokal dalam budaya Batak sempat terkikis sejak abad ke-18, bersamaan dengan masuknya pengaruh agama Kristen ke pedalaman Tapanuli.

Menurut Mangindar, sempat ada persepsi yang salah terhadap kepercayaan lokal. Dia mencontohkan, dahulu di Samosir banyak terdapat situs budaya yang dikelilingi pepohonan rimbun. ”Kepercayaan dulu mengatakan, pohon-pohon tersebut ada penunggunya sehingga orang tak mau mengganggu. Padahal, kalau direnungkan, itu kearifan lokal agar kita tak menebang pohon-pohon tersebut. Namun, karena ada persepsi yang salah dari agama baru yang masuk, kearifan tersebut dianggap sebagai penyembahan selain Tuhan sehingga pepohonan itu harus ditebang,” ujar Mangindar.

Persepsi salah

Persepsi yang salah terhadap kearifan lokal tersebut, menurut Mangindar, harus dibayar mahal. ”Sekarang pohon-pohon endemis di Samosir yang dipercaya sebagai pepohonan khas bagi orang Batak sudah tak banyak lagi,” katanya.

Jauh sebelum pemerintah mencanangkan program ”satu orang satu pohon”, makna penting menanam pohon bagi masyarakat Batak tertanam sangat dalam di kehidupan mereka. ”Setiap kali orang Batak membuka kampung untuk pertama kali, bambu dan pohon beringin harus ikut ditanam. Pohon beringin bahkan harus ditanam di setiap sudut kampung. Itulah pohon yang menjaga kehidupan kampung kami dulu,” tutur Mangindar.

Hal itulah yang ingin kembali dihidupkan Pemkab Samosir. Menjaga kelestarian ekosistem Danau Toba, terlebih di daerah tangkapan air seperti di sebagian besar wilayah Kabupaten Samosir, dengan pendekatan budaya. Demi menggunakan kearifan lokal untuk melakukan konservasi kawasan ekosistem Danau Toba, Pemkab Samosir berani menolak investasi industri besar-besaran di kabupaten tersebut.

Padahal, tak jauh dari Samosir, di kabupaten tetangga seperti Humbang Hasundutan atau Simalungun, ribuan hektar hutan yang dulu menjadi gantungan hidup masyarakat kini berubah menjadi hutan produksi dengan jenis tanaman homogen eucalyptus untuk kepentingan pabrik bubur kertas. Pabrik ini berdiri megah di hulu Sungai Asahan yang bermuara langsung ke Danau Toba di kawasan Kabupaten Toba Samosir.

”Kami tak mau ada industri besar-besaran di Samosir. Kerusakan lingkungan hidup ka- mi jadi taruhannya. Kami justru akan berpihak kepada industri kecil dan mikro seperti kerajinan hasil budaya kami. Ini sejalan dengan pendekatan budaya yang kami pakai membangun Samosir,” ujar Mangindar.

Sebagai kabupaten seumur jagung, Samosir baru terbentuk sebagai kabupaten lima tahun silam, Mangindar tak mau siapa pun yang kelak memimpin daerah ini tak punya pegangan.

Pemkab Samosir sebenarnya menyiapkan desain besar strategi pengelolaan kawasan ekosistem Danau Toba dengan menggunakan pendekatan budaya, tak hanya untuk wilayahnya. Enam kabupaten lain, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Dairi, Karo, dan Simalungun, diajak ikut serta. Keenam daerah tersebut, seperti halnya Samosir, menjadi teritori alamiah bagi orang Batak. ”Kearifan lokal kami sama. Budaya Batak sesungguhnya teramat dekat dengan alam,” ujar Mangindar.

Upaya Pemkab Samosir juga mendapat dukungan dari pemerintah pusat. Pejabat dari Departemen Dalam Negeri yang hadir dalam pencanangan tersebut mengaku sangat mengapresiasi niat Pemkab Samosir.

”Jangan mencontoh apa yang dilakukan pemerintah daerah terhadap pengelolaan kawasan Puncak. Kawasan yang mestinya menjadi daerah resapan air justru penuh dengan bangunan vila. Puncak tak menjadi daerah tangkapan air dan berakibat pada terjadinya banjir di wilayah- wilayah yang berada di bawahnya,” kata Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pembangunan Koesnan A Halim.

Sayang acara pencanangan strategi pengelolaan kawasan ekosistem Danau Toba di Pusuk Buhit tak dihadiri satu pun bupati tetangga. Namun, Pemkab Samosir tak patah arang. Menurut Mangindar, ketidakhadiran bupati tetangga, lebih karena acara pencanangan digelar pada bulan puasa sehingga banyak kesibukan yang harus dihadapi rekan-rekannya itu.

Budayawan Batak seperti Tomson HS mengaku sangat menghargai upaya Pemkab Samosir. Revitalisasi budaya Batak, menurut Tomson, tak hanya selesai di acara seminar, tetapi juga teraplikasikan sebagai pendekatan membangun wilayah.



http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/14/03024336/melestarikan.ekosistem.danau.toba.

Lanjutnya..

Pemanfaatan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) untuk pendidikan

Teknologi Informasi sekarang ini merupakan kebutuhan yang hampir primer. Di negara-negara maju, seperti Inggris, Amerika Serikat, teknologi informasi sudah menjadi partner hidup, atau penunjang hidup. Atau dengan kalimat lain, negara-negara maju sudah siap menerima teknologi informasi tersebut.

Bagaimana dengan Indonesia ??

Di Indonesia, banyak orang yang belum siap menerima kehadiran teknologi serba canggih. Misalnya, ponsel (istilah gaulnya 'HaPe'). Anak-anak sekolah akan merasa minder kepada temannya, apabila belum punya ponsel sendiri. Oke-lah, apabila dari keluarga yang berada. Namun bila dari keluarga tidak mampu, bagaimana sikap orang tuanya ?

Kemudian pemakaian ponsel tersebut. Anak-anak sekolah sangat memanfaatkan fasilitas Short Messaging System (SMS). Hanya dengan duduk satu bangku, namun bicara menggunakan SMS, aneh ??

Dan lagi, mengirim SMS sambil mengendarai kendaraan. Bisa dibayangkan bahayanya.
Lalu, HaPe bermemori ber-giga-giga, untuk apa? Untuk menyimpan file film porno yang jumlahnya puluhan, gambar-gambar porno. (Bukannya sok suci, tapi dulu saya tidak mengalami hal seperti itu...hehehehe)

Beberapa waktu yang lalu, Facebook sempat dinyatakan haram oleh beberapa orang. Namun ada juga yang meng-halalkan Facebook.

Untuk itu, penulis mengajak para pembaca untuk merenungkan tentang teknologi informasi sejenak.

Penulis teringat wejangan yang disampaikan oleh seorang Dosen mata kuliah Agama di tempat penulis mencari ilmu. Beliau berkata begini :

"Teknologi Informasi, ibarat pedang. Pedang tidak akan berbuat jahat apabila yang memilikinya baik. Begitu pula sebaliknya. Jika yang empunya pedang orang jahat, maka pedang itu akan digunakan untuk kejahatan."

Jadi, dimisalkan pedang = internet, kita sudah bisa menerka arah pembicaraan ini. Internet dapat menjadi baik, apabila digunakan oleh orang baik, misalnya saja akan ada Pesantren berbasis Internet (http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/09/06/16305882/wah....ada.program.pesantren.berbasis.internet). Itu akan sangat baik dampaknya bagi dunia pendidikan. Semoga ini bisa menjadi langkah yang bagus untuk dunia pendidikan.

Sekian dari penulis, semoga bisa menjadi wacana, atau bahan menghabiskan waktu. Dibaca ya Syukur, enggak yang sudah, kan gitu....

Lanjutnya..