Sabtu, September 12, 2009

Satu Anak Satu Laptop ?


Hampir semua dari dua-milyar anak-anak di negara yang sedang berkembang pendidikannya adalah urang, atau tidak menerima pendidikan sama sekali. Satu antara tiga tidak lulus kelas lima SD.

MissionKonsekwensi individu dan sosial oleh krisis global ini adalah sangat signifikan (profound). Anak-anak terikat di dalam kemiskinan dan isolasi — seperti orang tuanya — dan tidak pernah tahu pengaruh kehidupan mereka yang dapat menjadi dari "the light of learning" (sinar pendidikan). Selama ini, pemerintah-pemerintah mereka berjuang untuk berkompetisi di dunia global dan ekonomi informasi global yang cepat merubah, yang dibeban oleh "urban underclass" (masyarakat kota) yang terus meningkat dan tidak dapat mandiri, maupun berkontribusi, karena mereka tidak mempunyai alat-alat untuk melakukan itu.

diambil dari http://e-pendidikan.com/olpc-xo.html


'Analisis yang punya Blog ini' :
Memang kita rasakan bahwa pendidikan di negara berkembang pada umumnya, dan di Indonesia Tercinta pada khususnya, sangat kurang. Dari beberapa segi dapat dilihat. Fasilitas Pendidikan, dan fasilitas pendidikan. Kenapa saya sebut dua kali ? Karena itu elemen yang paling penting. Fasilitas yang pertama adalah Guru. Guru harus benar-benar berdedikasi kepada pendidikan, bukan semata-mata menjadi guru, gaji terjamin jika sudah diangkat menjadi Pegawai Negri. Namun seorang Guru seharusnya memperhatikan benar kondisi pendidikan saat ini. Mungkin kita dapat acungkan jempol kepada Guru yang mengajar di sekolah gratis. Seperti di film 'Laskar Pelangi' yang sempat boom tahun kemarin. Hemat saya, Guru yang seperti tokoh perempuan guru di film itu.
Kedua adalah Sekolah. Ada Guru, tapi tidak ada tempat mengajarnya ? Apakah di tempat terbuka ? Memang ada, tapi tidak akan efisien apabila di jalankan bersebelahan dengan yang namanya Cuaca. Kadang Hujan, Panas, berangin, bisa membuat tubuh rusak. Jadi, Tempat, juga penting.
Ketiga, Duit alias Uang. Ada yang bilang bahwa Keuangan Yang Maha Kuasa, bisa jadi itu benar. Tapi menjadi tidak benar apabila kita salah mengartikan.
Berkaitan dengan judul di atas, Satu anak satu laptop, dapat kita bayangkan apabila itu terjadi di Indonesia. Akankah anak-anak tidak kaget dengan teknologi itu. Kalau anak dari keluarga berada, mungkin akan familiar dengan laptop, dan bahkan mereka bisa membeli sebuah. Namun jika seorang anak yang biasa menulis di sepenggal kertas, ditemani sepucuk pensil, apakah tidak akan rumit ? Akan butuh waktu untuk sosialisasi, dan akan agak lama. Jadi, kok enggak dari dulu ??

Hanya itu saja pendapat dari saya. Apabila ada pendapat lain, masukan, dan kritik, silahkan beri komentar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar