Senin, September 14, 2009

Pemberdayaan Untuk Buta Aksara

Cilegon, Pemberantasan buta aksara tidak lagi cukup untuk membuat warga yang belum melek huruf mampu membaca dan menulis. Program itu mesti diarahkan dan iintegrasikan sebagai upaya memberdayakan masyarakat agar menjadi lebih sejahtera.

Demikian dikatakan Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Departemen Pendidikan Nasional Hamid Muhamad dalam peringatan Hari Aksara Internasional Ke-44 di Cilegon, Banten, Selasa (8/9). Hadir dalam acara tersebut Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, dan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

Sejak tahun ini upaya pemberantasan buta aksara diintegrasikan untuk membuat warga berdaya dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, dan kehidupan berbangsa. Tantangan sekarang juga membuat warga berdaya memperbaiki taraf hidup, kata Hamid. Tahun 2004 penyandang buta aksara usia 15 tahun ke atas berjumlah 15,4 juta orang, tahun ini tinggal sekitar 7,7 juta orang.

Fokus pemberantasan buta aksara, terutama di daerah transmigrasi, pesisir, sekitar hutan, dan kepulauan adisional, serta komunitas adat terpencil.

Bambang Sudibyo menyatakan, pemberantasan buta aksara merupakan salah satu fokus penting untuk memperbaiki indeks pembangunan manusia. Berhasilnya program pemberantasan buta aksara akan membuat warga percaya diri dan berdaya untuk keluar dari kemiskinan dan keterbelakangan.

Husnul Chotimah (50), warga Cilegon, mengatakan, kemampuan membaca dan menulis yang didapat dari program keaksaraan fungsional selama enam bulan membuatnya lebih percaya diri. Ditambah dengan pemberian keterampilan memasak, Husnul mampu berwirausaha kecil-kecilan kue-kue di warung.

Sekarang saya sudah bisa membaca resep sehingga tahu membuat kue dengan benar. Program seperti ini sangat berarti buat masyarakat miskin yang tidak pernah mengenyam sekolah. Mereka tidak bisa bayar uang sekolah, kata Husnul.

Pada peringatan Hari Aksara Internasional, Depdiknas memberikan penghargaan kepada sejumlah gubernur dan wali kota/bupati yang dinilai mendukung pemberantasan buta aksara. Tanpa dukungan pemerintah daerah, baik dalam pendanaan maupun kelembagaan, pemberantasan buta aksara di daerah-daerah tidak maksimal.

Ratu Atut mengatakan, pemberantasan buta aksara di Banten berjalan baik dan mencapai sasaran. Sekitar lima tahun lalu warga buta aksara mencapai 500.000 lebih warga, pada tahun ini bisa berkurang tinggal sekitar 155.000 warga.

Kini Banten bisa masuk dalam sepuluh besar provinsi yang terkecil memiliki penyandang buta aksara. Prestasi ini cukup menggembirakan dan mesti terus ditingkatkan agar semua warga melek aksara kata Atut.

http://www.bpplsp-reg5.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar